Blog ini terinspirasi dari ketulusan untuk terbiasa mencurahkan isi hati tanpa menutup-nutupi kelemahan atau masalah. Itulah sesungguhnya kekuatan besar yang akan menjadikan kita tegar. Pandai saja tak pernah cukup untuk membuat kita tegak menghadapi masalah.

Sunday, January 24, 2010

UPSS......MALUNYA!!!!

Setiap orang pastinya pernah mengalami kejadian paling memalukan, misalnya, tidak bawa dompet saat naik angkot, setelah ngobrol ngalar-ngidul ternyata salah orang. Jika mengingat kejadian itu rasanya tidak ingin terulang lagi.

Kejadian-kejadian seperti itu bisa membuat muka kita merah seketika, tentunya, malunya bukan main. Saat kejadian memalukan itu berlangsung, kita seakan terlihat konyol dan ingin secepatnya lari agar terhindar dari rasa malu. Kendati demikian, kejadian itu tak perlu kita lupakan sebab akan menjadi cerita lucu yang layak kita kenang. Anehnya, banyak orang malu untuk menceritakan kejadian paling memalukan dalam hidupnya, entah karena aib atau takut ditertawai orang lain. Padahal kalau ditilik-tilik, pengalaman memalukan bisa jadi inspirasi bagi yang berbakat menulis novel atau skenario film (sinetron). Kenapa tidak?!

Rasanya aku pun pernah mengalami. Sebenarnya kejadiannya biasa-biasa saja, pastinya setiap orang bisa memaklumi, tapi bagiku, tetap kejadian itu membuat merah pipiku.

Waktu itu, aku bersama mama dalam perjalanan keluar kota. Aku biasa menggunakan travel dari biro perjalanan langgananku. Jambi – Palembang, waktu yang ditempuh kurang lebih 6 jam. Aku dan mama duduk di bangku paling belakang karena bangku nomor 5 atau bangku di belakang supir, dimana biasanya aku duduk disitu jika bepergian dengan travel, dan menurutku merupakan bangku yang paling nyaman dalam perjalanan, sudah dipesan penumpang lain.

Mobil melaju dengan kencang, perjalanan saat itu cukup menyenangkan. Namun sayang, suasana di dalam mobil sunyi senyap, semua penumpang tidak ada yang saling berbicara dan hanyut dalam pikirannya masing-masing, bahkan ada yang tertidur, begitu juga mamaku. Sedari awal perjalanan dimulai, supir tidak menghidupkan lagu dari tape mobil seperti biasanya, hingga setengah jam perjalanan. Aku pikir, mungkin tapenya rusak. Lalu, daripada aku pusing mendengarkan bunyi mesin mobil yang sesekali terdengar bising, aku pun berinisiatif menghidupkan musik dari handphoneku dan kudengar melalui headset saja.

Tiga jam sudah berlalu, aku masih asyik membaca sebuah novel sambil mendengarkan musik. Sekali-sekali, jika mataku sudah mulai lelah, aku berhenti membaca, melihat-lihat suasana diluar dari kaca mobil sambil bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti lagu yang aku dengar dari headset. Lagu-lagu favoritku, , Cinta Pertama dan Terakhir-nya Serina, Karena Kucinta Kau dan Kecewa-nya BCL, dan semua lagu-lagu milik Rossa, hingga I’m Your’s milik Jazon Marz dan If Your not The One-Daniel Beddingfield, aku pilih untuk aku ikut menyanyikannya. Mungkin terbawa suasana, akupun menyanyikannya dengan sepenuh jiwa.

Tiba saatnya lagu Sahabat Jadi Cinta miliknya Zigas yang sedikit nge-beat, aku ikut nyanyikan juga,

“……Tak bisa hatiku menafikkan cinta….
Karna cinta tersirat bukan tersurat….
Walau bibirku terus berkata….. “tidaakkk”…..
Mataku trus pancarkan sinarnya…..

“Upss…kenapa semua penumpang memandang ke arahku? Sambil senyum-senyum lagi. "Ada apa nich?” Begitu pikirku saat itu. Bersegera aku lepaskan headset yang dari tadi menempel di kedua telingaku. Ternyata mobil sudah sampai di sebuah rumah makan yang merupakan tempat istirahat bagi supir maupun penumpang untuk segera mengisi perut setelah sekian lama di dalam perjalanan, sehingga keadaan menjadi sunyi senyap, tidak lagi terdengar suara mesin mobil. Itulah baru aku menyadari, ternyata pada saat kata-kata “tidak” pada lirik lagu tersebut, aku selalu menyanyikannya dengan sedikit teriak, “tidaaakkk” bersamaan dengan berhentinya suara mesin mobil.

Ya ampyuuun…selama di perjalanan, aku begitu menikmati lagu-lagu yang aku nyanyikan hingga aku tidak sadar hingga volume suara yang aku keluarkan semakin membesar. Aku cuma tersenyum simpul, apalagi ada seorang bapak yang membuat aku seperti melayang-layang di udara, gak tahan denger pujiannya; “Bagus kok suaranya, asyik banget cara menyanyikannya, dari tadi saya sudah mendengarkan suaranya, begitu menghayati. Lagu-lagunya juga bagus-bagus.”

Selalu ada permakluman atas sebuah kejadian. Seperti sudah menjadi budaya di negeri kita, kalau kata-kata “untung” dan “selamat” selalu dijadikan kambing hitam. “Untung…suaraku bagus, jadi gak malu-maluin banget.” Mungkin saja, tanpa disadari ternyata mereka sedari tadi sudah terhibur dengan suaraku. Siapa tahu, diantara penumpang itu ada seorang produser musik sehingga bisa mengorbitkan aku menjadi seorang penyanyi benaran? Siapa tahu.... :)

Aduh, malu-maluin deh! Walau kata mamaku, tidak apa-apa, tetap saja aku merasa malu, bukan karena suaraku, tapi aku takut saja kalau aku dibilang mengganggu, narsis, norak, tidak tahu diri, dan lain-lain. Apalagi ada cowok manis dan keren, sepanjang perjalanan dia sesekali melirik-lirik ke arahku, semoga saja dia semakin kagum denganku sejak kejadian itu :D

Kalau ingat kejadian itu, kadang aku ingin tertawa sekaligus malu dan ge-er juga, tapi bagaimanapun aku tidak ingin melupakan peristiwa itu. Apapun peristiwa yang kita alami, jangan pernah merasa minder apalagi mengubur dalam-dalam peristiwa apapun.

Ingatlah waktu tak akan berjalan mundur, sebuah kejadian yang berlalu akan menjadi sebuah kenangan terindah dalam hidup ini, sekalipun itu sebuah kejadian yang konyol.

Monday, January 18, 2010

FILOSOFI SUPIR TAKSI

Suatu hari, seorang supir taksi mengantar penumpang ke airport. Taksi meluncur dengan kecepatan normal di jalur yang tepat. Tiba-tiba sebuah mobil sedan keluar dari persimpangan dan hampir menabrak taksi.

Supir taksi dengan sigap menginjak rem. Sedan terhenti hanya beberapa inci dari mobil sedan. Pengemudi sedan menjulurkan kepala dari jendela mobil dan membentak supir taksi dengan suara keras. Supir taksi hanya tersenyum dan melambaikan tangan ke supir sedan dengan sikap ramah.


“Sedan itu hampir saja menabrak mobil kita. Mungkin bisa membuat kita berada di rumah sakit. Mengapa anda masih ramah kepadanya?” Tanya penumpang.

Di luar dugaan, supir taksi menjawab,

“Banyak orang yang seperti truk sampah. Mereka ke mana-mana dengan penuh sampah, penuh frustasi, penuh kemarahan, dan penuh kekecewaan. Ketika sampah makin menumpuk, mereka perlu tempat untuk menumpahkannya. Kadang, mereka menumpahkannya kepada kita.

“Jadi jangan masukkan ke hati. Senyum saja, lambaikan tangan, doakan yang terbaik, dan jalan. Jangan terima sampahnya dan menyebarkannya kepada orang lain, di tempat kerja, di rumah, atau di jalan-jalan.”

Tanpa aku sadari, ternyata aku termasuk orang yang sangat peduli dengan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar, lantas aku mengamati dan mengambil pesan moral dari apa yang terjadi, dari apa yang aku lihat, aku baca, dan aku alami.

Termasuk dari cerita ini yang aku kutip dari Tabloid AURA edisi Juli 2009. Cerita ini bukan sekedar cerita, namun sering kita jumpai, mungkin pernah kita alami atau kita lihat, atau bahkan suatu saat, bisa terjadi pada diri kita sendiri.

Pesan moral yang bisa kita ambil adalah :

Bahwa orang sukses tidak membiarkan truk sampah mencemari dan merusak harinya.

Hidup terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan.
Jadi, cintai orang lain yang memberlakukan kita secara baik dan doakan mereka yang memberikan perlakuan buruk kepada kita.

Dalam hidup ini bisa terjadi apa saja.
Yang paling menentukan adalah, bagaimana cara kita menghadapinya dan menyikapinya.


“Benar itu benar, kendatipun semua orang menentangnya. Dan salah itu tetap salah, kendatipun semua orang membelanya.” (William Penn)

Tuesday, January 12, 2010

MALAM.... KALA MATA TAK MAMPU TERPEJAM

Ruang ini memang indah..............
Di ruang ini aku sanggup melepaskan diri dari mimpi masa silam. Sama sekali bukan mimpi. Ini hanya perkara sikap dan cara pandang atas diriku dan hidupku..............

Penyendiri adalah salah satu gaya hidup yang paling kusuka. Total hidup dalam sepi, tapi sepi yang kubikin sendiri dari batas-batas yang ditarik tegas, antara mereka, lingkungan, dan diri sendiri....................

Memang merasa tidak canggung, tapi di hati ada kubangan curam, tempat kumemainkan dan mengubur satu peran yang tidak diketahui oleh siapa pun. Memang tidak gampang, karena ketakutan selalu menyertai............
Rasa malu berbagipun kuhindari................

Disisi lain, aku adalah sepi dunia ini..........
Disini aku hanya berteman imajinasi dan jika ada sisa waktu aku meneguk. Suatu hari aku pasti tidak sanggup dan aku mungkin menemukan dunia itu. Ia tidak hilang. Ini pilihan dan persetujuan yang kusadari adanya..............
Aku memaknainya dan memuliakannya..........

Aku tidak mungkin menampiknya, dengan cara dan alasan apapun. Aku mulai bisa merasakan. Biarlah mereka tidak mengerti dan tidak pernah tahu. Aku hanya punya waktu yang kucolong, sangat sedikit, dan tidak bebas. Penuh resiko. Paling aku hanya mengecap ulang memori itu bersama imajinasi hampa.

Sedih kumembayangkan masa lalu. Tidak ada yang salah. Semuanya dalam keadaan baik dan biasa saja. Inilah caraku menerima realitas..................

Mau kuapakan sisa memori itu? Kulumatkan jadi debu, lantas kuhanyutkan di sungai? Rasanya tidak mungkin. Memori ini mengisi jiwaku. Memberiku getaran. Menyisakan ikatan dengan cakrawala terbaik yang pernah aku temui.................

Cinta tak bisa dijelaskan. Cinta yang panjang dan sangat rumit..........
Kenapa cinta semacam ini membelenggu diriku? Bukan satu pertanyaan yang harus kusampaikan........... Bukan. Tetapi satu pernyataan, cinta semacam ini membelenggu diriku. Aku takluk dan takut kehilangan. Apakah aku tengah menjalin ikatan di ruang yang gelap? Lalu di dalamnya aku tidak hanya terkurung namun busuk sekaligus? Aku tidak sudi kalau cinta ini menjadi racun yang menjadikan batas itu pekat, pahit, kabut.......................

Apakah kupu-kupu merasakan sepi? Atau mereka hanya menyerahkan seluruh hidupnya kepada waktu dan musim? Karena kupu-kupu pasti akan tiba waktunya, saat mereka menarikan musim penuh bunga, menjemur sayap indah di bawah matahari pagi. Jika kupu-kupu luput dari sepi dan tidak ada batas antara rasa sesak dan lapang, siang dan malam, hari tiada bernama, maka aku mungkin sebaliknya, seekor kupu-kupu yang terbelenggu. Aku ingin lepas namun aku ringkih.................

Perpisahan sama sekali bukan pilihan untuk mengakhirinya..................
Kemanakah aku harus melanjutkan hidup? Membawa masa lalu kembali? Atau melanjutkan pelarian menuju ruang baru? Aku tahu, segalanya terhenti oleh batas waktu yang dimiliki hidup. Aku hanya ingin menyelamatkan diri dan membebaskan jiwa dari rasa bersalah......................

Kenapa bimbang? Jika mencari dunia itu, kita mesti menemukannya sendiri. Tapi ketika kita sampai, lantas mengapa harus dihancurkan?......................

Suatu waktu, pasti tiba, harus memilih…. Disinilah keputusan itu mesti dihadapi, dibawa, dilakukan, dan diterima dengan kesiapan penuh karena pasti akan ada konsekuensi...........................

Aku tidak hanya membohongi diri sendiri, tetapi orang-orang tercinta pun kukorbankan. Apa ini hanya butuh satu vonis untuk diriku, pengecut atau pendurhaka? Mungkin tidak karena aku hanya ingin menemukan yang ingin kuraih di tengah hidupku, dengan sadar dan sepenuh jiwa..................!

Monday, January 11, 2010

MAAF, GESER SEDIKIT BU !


Usia masih bisa disembunyikan, wajah dan kerut merut kulit? Ditunjang tubuh yang berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sudah pasti menunjang seseorang terutama seorang perempuan untuk dipanggi “ibu” tanpa harus melihat status.

Jadi teringat tiga bulan yang lalu, saat jam istirahat, seorang teman datang ke kantor dengan wajah yang cemberut dan muka ditekuk seperti menyimpan segumpal kekesalan yang dalam. Why?

“Aku kesel banget di Mal kemaren, waktu naik lift, karena penuh, eh, ada cowok dengan enteng bilang, “Maaf bu, bisa geser dikit?” “ Aku pikir bukan sama aku, ternyata mata cowok itu menatapku dengan santun. Saat itu belum terlalu kesel sih, tapi pas angkot yang penuh pun, kenek di sampingku bilang sambil agak menyentuh bahuku memintaku untuk bergeser, “Maaf bu, geser sedikit.”

Mendengar penjelasannya, kita semua tertawa. “Oh itu yang membuat sahabatku mukanya muram bak mendung gak jadi hujan.” Kalau ditilik sejarahnya, siapa yang gak kesel dan marah, “Lha wong dia masih gadis, muda, dan kulitnya pun masih kencang. Tapi kenapa dipanggil ibu?”. Tetap saja dia ngotot tidak terima dengan panggilan itu, “Aku khan belum jadi ibu, panggil ‘mbak’ apa salahnya, toh aku masih kelihatan muda, walau badanku melar.” Gerrr…..kita semakin tertawa mendengar celotehannya.

Lain pula cerita temanku yang lain, “Aku boleh saja dibilang orang masih muda, sekarang baru 29 tahun, sudah menikah dan punya buntut dua, dan masih kuat jalan kemanapun. Tapi kalau malam tiba dan menjelang tidur, rasa lelah dan letih mulai terasa. Sudah mulai sering sakit kepala. Kata orang, semakin bertambah usia semakin banyak keluhan. Tapi aku masih ingin bergaya dengan busana jins walau tidak ketat, serta ikut teman-teman kantor yang masih muda-muda, jalan-jalan ke Mal walau kakiku seringkali terasa sakit, telapak kaki sudah terasa “nyut-nyut an” jika kelelahan akibat banyak jalan.”

Status antara kita yang masih lajang dengan yang sudah menikah, tidak menjadi penghalang untuk berbagi masalah apa saja. Ada seorang rekan di kantor yang sudah berumur, bahkan paling berumur diantara rekan perempuan, kami tidak menyangka, kalau dia sudah berumur, tapi belum terlihat seperti ibu-ibu yang biasanya bertubuh subur padahal anaknya sudah empat orang, dan yang tertua sudah beranjak dewasa. Bahkan kita tidak percaya kalau usianya sudah mencapai angka 47 tahun, namun pembawaannya selalu ceria, ramah, energik, dan menyenangkan bagi siapa pun yang melihatnya. Lantas wajar pula, jika rekan-rekan di kantor memanggilnya dengan sebutan “mbak” bahkan “bunda”.

Sesaat aku termenung lalu tersenyum simpul penuh makna. Teringat beberapa tahun yang lalu, karena kendaraan pribadi yang biasa aku bawa ke kantor sedang diperbaiki di bengkel langgananku, aku memutuskan berangkat ke kantor menggunakan kendaraan umum yaitu, angkutan kota (angkot). Berbusana kantor yang rapi, lengkap dengan tas di tangan dan sepatu pantofelku yang berwarna hitam mengkilap, aku menghentikan angkot yang melintas di pinggir jalan tak jauh dari rumahku. Di dalam angkot, aku mengambil bangku sebelah kanan dekat pintu, saat ada penumpang lain yang masuk, aku sempat termangu saat sopir angkot itu dengan hormat menyapa, “Maaf Bu, bisa agak kedalam?”. Anehnya, panggilan itu terasa menghujam batinku. Padahal panggilan “ibu” sering aku terima saat di kantor atau saat jam-jam kerja. Sebutan itu tidak menjadi masalah bagiku. Tapi mengapa hari itu terasa aneh. Entahlah.


Ternyata panggilan “ibu” dari orang lain yang diterima bagi seorang yang menganggap dirinya masih muda, baik yang masih lajang maupun yang tidak, membuat aku dan sahabat-sahabatku termotivasi untuk berjuang menurunkan berat badan dan beresolusi untuk sehat lahir maupun batin. “Mulai saat ini kita harus cantik!”, Ayo semangat, walau kita sudah berkepala tiga, gak salah harus tetap cantik, harus “laku” tahun ini!” Begitulah kita bersepakat. “Jangan mau kalah sama Rina yang hitam, judes, cupu...korban mode, tapi bisa dapat suami kaya dan ganteng, walau sebenernya kita sudah tahu sih gimana kelakuan suaminya, Ridho, saat mereka memutuskan untuk cepat-cepat menikah.” Begitulah rumpii-an temanku saat dia menumpahkan kekesalannya terhadap salah seorang temannya. Diantara kita, memang dia yang paling bawel, apa adanya tapi menyenangkan dan setia kawan banget. Kita pun terus digayuti kebahagiaan, saling berbagi, diselingi dengan candaan dan tertawa tiada henti. Suasana saat itu benar-benar heboh.

Atas saranku juga, aku yang sangat getol dan rajin berolahraga, mengajak teman-temanku untuk masuk kelas kebugaran, aerobic dan fitness serta jogging dan senam pagi di lapangan setiap minggu pagi, sambil melakukan diet sehat. Sayur bening, tahu tempe, ayam tanpa kulit dan ikan tanpa digoreng, serta buah, akhirnya menjadi menu kita setiap hari ke kantor untuk makan siang. Tidak makan makanan yang mengandung karbohidrat saat sarapan pagi dan di malam hari, serta banyak minum air putih.

Hampir dua bulan menu tanpa bumbu kental itu menjadi santapan favorit kita. Alhamdulillah, kemauan keras itu menutup mata kita untuk tidak tergoda oleh makanan enak yang kita santap setiap siang, atau gorengan dan martabak keju yang yummy. Kita berkomitmen dengan program diet ini.

Aku yang saat itu tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi teman-teman yang hampir semuanya mengeluhkan soal bentuk tubuh, aku hanya berprinsip yang terpenting adalah bagaimana “menjalani hidup sehat” yaitu sehat lahir maupun batin. Terutama sehat secara batin, maka lahiriah kitapun akan terlihat sehat pula, terutama jika selalu beribadah. Jika pikiran kita sehat, kita ikhlas menerima kondisi apapun, tidak cepat tersinggung, tidak gampang marah, tidak sombong dan menjadi orang yang menyenangkan bagi orang lain. Otomatis jika kita sehat lahir batin, setiap hari kita bersemangat, percaya diri dan ikhlas memberikan keramahan tanpa pamrih dan selalu tersenyum dengan tulus kepada siapa pun. Menurutku itulah yang terpenting karena itu juga merupakan bentuk ibadah yang tidak bisa dibayar dengan materi dan sangat manis hasilnya.

Akhirnya aku menyadari, panggilan atau sebutan “ibu” diucapkan orang lain sebagai suatu sapaan sebagai tanda hormat. Juga merupakan sapaan bagi seseorang karena ruang lingkupnya, bisa karena pekerjaan atau menghargai orang yang lebih tua. Kini kita memang tidak bisa lagi menghindar dari “panggilan takdir”, ditunjang usia memang akan terus melaju dan perkembangan tubuh yang semakin melebuarr.....karena semakin berkurangnya metabolisme tubuh kita. Gak perlu resah, karena itu bisa terjadi pada siapa pun laki-laki maupun perempuan.


Pengalaman sahabat-sahabatku dan orang –orang di sekillingku, “Ahh…..benar-benar oase di padang gersang.” Aku harus tetap memegang erat janji pada diriku sendiri bahwa aku harus “Konsisten terhadap komitmen, segala sesuatu yang berlebihan dan serba instan itu, tidak baik akibatnya.”


“Jangan berpikir untuk cantik, tapi menjadi ramah dan menyenangkan”

Tuesday, January 5, 2010

SENYUM KARENA MUSUH

Orang bilang "tertawa itu sehat". Asal mula tawa bisa beragam, bisa dari pengalaman yang lucu lalu menimbulkan tawa.

Namun ceritaku ini ada hubungannya dengan "musuh". Berbicara tentang musuh, musuh bukan saja manusia. Tapi tahukah kita bahwa musuh yang paling berbahaya adalah musuh yang mengikuti kemana saja kita pergi dan berkelana. Dialah musuh yang pandai sekali membawa diri.

Lalu apa hubungannya senyum dengan musuh?

Ini pengalamanku di tengah malam dari sebuah perjalanan dari luar kota. Bukan urusan yang mudah jika sudah menyangkut rasa kantuk yang teramat sangat saat itu.

Kepayahan duduk terlalu lama selama 6 jam di dalam travel yang membawaku pulang ke rumah di malam itu, aku terhenyak tidur di kasur empuk di kamarku.

"Oh damai rasanya bisa kembali ke rumah, aku rindu kamarku, aku rindu untuk bisa lagi memeluk guling kesukaanku dan tidur kembali di ruang favorite serta tempat paling privacy bagian dari rumahku yang selalu memberikan kebebasan untuk melakukan apa saja." Betapa lelahnya tubuh ini. Maka setelah merapikan diri, aku segera merebahkan diri. Aku pun terhanyut dibuai mimpi yang begitu nyaman.

Karena sudah terbiasa, aku selalu memasang alarm dari handphone ku sebagai pertanda harus segera bangun di kala suara adzan terdengar. "Hayya alash shalaah"....(Marilah shalat). Dari sebuah speaker Masjid di lingkungan rumahku terdengar di telingaku.
"Ah, subuh sudah datang, pikirku."

Namun aku membuka mata terasa sangat berat. Dengan mata yang masih kabur, aku lihat jam di handphone ku, angka digital menunjukkan 4.30. Tiba-tiba, tidak ditanya dan tidak diharapkan, musuh berselimut yang sudah ada disisiku membisikan dengan lincahnya, "baru jam 3!". Bisikannya benar-benar menggedor-gedor nuraniku.

Mataku berkejap-kejap, kepalaku sedikit pusing dan terdengar lagi bisikan perlahan-lahan yang menggedor-gedor lagi nuraniku "kamu masih bisa tidur dua jam lagi, hilangkan kelelahanmu dan puaskan tidurmu! tidurlah dengan tenang! Nanti saja ibadahnya!"


Aku terkejut dan curiga, "apa-apaan maksud bisikan ini?". Mengapa bisikan ini begitu gencar menyerang benteng jiwa ku. Dan astaga! Musuh, ya musuh! Aku langsung tersadar. Darah perlawanan pun mengguncang-guncang tubuhku. Aku bangun melompat untuk melepaskan rantai kemalasan dan berta'awudz, "A'uzu billahi minasysyaitaanirrajiim..."

Mana musuh yang berbulu penasehat tadi? Dia lari terbirit-birit menjauh, dan aku melangkah ke pintu, membersihkan diri dan terus berwudhu. Air yang dikira dingin sebaliknya menyegarkan. Aku lihat jam di dinding tepat jam lima subuh. Maka akupun senyum riang.

Musuh tadi hilang lenyap. Dia memang ada, beranak pinak tambah banyak dan tidak mati-mati sampai kiamat. Benar-benar musuh beuyutan. Itulah setan dan iblis yang selalu berbisik-bisik di hati manusia, menggoda tiada hentinya supaya manusia berbuat dosa.

Senyum ku bertambah lebar di subuh itu, karena menang dan merasa gembira. Aku pun teringat prinsip yang berbunyi seperti ini........

"Sesungguhnya setan itu musuh bagimu, maka jadikanlah dia (tetap) sebagai musuh....." (QS. Fathir:60)


Alhamdulillahirrabbil'alamiin.......

RAHASIA MILIUNER

Alkisah, suatu hari, seorang pria yang menganggur melamar jadi office boy di kantor Microsoft. Sesudah diwawancarai manajer HRD, pria itu di...