Blog ini terinspirasi dari ketulusan untuk terbiasa mencurahkan isi hati tanpa menutup-nutupi kelemahan atau masalah. Itulah sesungguhnya kekuatan besar yang akan menjadikan kita tegar. Pandai saja tak pernah cukup untuk membuat kita tegak menghadapi masalah.

Sunday, February 20, 2011

ALLAH SAJALAH YANG MEMILIHKAN UNTUK KU

“Ada maksud Allah dalam setiap proses. Karenanya setiap hal yang menghampiri mata kepala adalah tasbih yang menjadi pengingat-Nya.”

Aku layak menyebut duniaku kala itu sebagai abu-abu. Dunia tanpa sekat, tanpa batasan. Aku merasa berada dalam kemunduran titik nadir sebuah keimanan. Didorong oleh kondisi diri dan ketika usia mulai merambat naik, lalu tersadar akan kebutuhan seorang teman hidup, aku pun mulai menyadari dan jujur mengakui bahwa jodoh harus dicari. Namun, pencarian melalui biro jodoh dan membina hubungan jarak jauh, bukanlah cita-cita dalam hidupku. Tapi jika kenyataan itu akhirnya menghampiriku dan menjadi bagian dari setapak kehidupan yang harus aku jalani, bagaimana aku kuasa menolaknya?

BERMULA DARI INTERNET

Ini semua tak lepas dari keakrabanku di dunia internet. Teknologi yang menyuguhkan sebuah dunia baru, dunia maya yang terkadang terasa sangat nyata di depan mata. Salah satunya dalam situs perjodohan dan jaringan pertemanan online inilah, aku menemukan sebuah komunitas dunia maya yang nyaman dan menyenangkan. Disini pula aku menemukan sosok laki-laki yang mendekati kriteria calon suami yang aku harapkan. Mas Yusuf, begitu aku memanggilnya waktu itu. Pertama kali mengenalnya, kupastikan bahwa dia bisa menjadi pelabuhan terakhirku. Walau pada awalnya, aku tidak terlalu “ngeh” dengan kehadirannya di dalam situs pencarian jodoh walau dia sering melihat profilku dan mengirimkan salam.

Walau perkenalan kami melalui internet, selanjutnya komunikasi kami lakukan melalui telepon. Saat itu kami berkenalan, saling menjajaki, mengetes dan menimbang-menimbang. Aku terkesan dan menaruh respek kepadanya karena di awal pembicaraan memang sudah serius ke arah pernikahan, jadi bukan sekedar untuk main-main atau sekedar iseng saja. Mas Yusuf adalah sosok yang “unik” karena pemikirannya berbeda dengan kebanyakan laki-laki pada umumnya. Di mataku, dia punya kesan tersendiri karena pola pikirnya yang maju dan perfeksionis sehingga terkesan arogan. Dia sangat menikmati hidupnya dan kariernya bagus sebagai seorang pengusaha. Secara umum aku bisa menyelami pemikiran dan sikapnya dalam memandang hidup melalui pembicaraan panjang lebar. Terkadang muncul banyak perbedaan pandangan antara aku dan dia dalam menilai pasangan hidup. Baginya wajar jika kita harus selektif dan mempunyai kriteria ini dan itu. Sayangnya, kehidupannya hanya untuk bekerja dan bersenang-senang. Anehnya, aku bisa menerimanya, padahal aku tahu bahwa itu adalah kekurangannya yang sebenarnya tidak bisa aku terima seutuhnya.

Mungkin Mas Yusuf dengan mudah bisa menelusuri sejauh mana kehidupanku, kepribadianku melalui tulisan di blogku dan update statusku di jaringan pertemanan online. Aku ibarat buku terbuka, setiap orang yang membacanya akan mudah menangkap sosok bayanganku. Tapi lain dengan Mas Yusuf, bahkan “penampakannya” pun sulit aku lihat langsung.

Butuh waktu kurang lebih 4 bulan, akhirnya kami memutuskan untuk bertemu. Namun sebelumnya, tentu saja aku tidak serta merta mengiyakan ajakannya karena aku merasa belum ada keberanian saat itu, apalagi keluargaku pasti tidak akan mengijinkan aku menemui seorang laki-laki seorang diri.

Setelah komunikasi yang terjalin semakin akrab dan hangat, muncul keinginan di hati yang begitu besar untuk segera bertemu. Bahkan, aku langsung saja menerima ajakannya, sesuai dengan tanggal yang sudah ditetapkannya. Padahal aku menyadari bahwa ajakan itu sedikit bernada ancaman, jika aku tidak segera menemuinya, dia tidak akan bersedia menemuiku kapan pun. Aku dilema, apalagi keluargaku, tentu saja tidak bisa melepas kepergiaanku sendiri hanya untuk menemui seorang laki-laki. Akhirnya pertahananku jebol juga, hatiku mengatakan, bahwa kita harus segera bertemu.

KE JAKARTA MENJEMPUT CINTA

Pada September 2010, Bandara Soekarno Hatta menjadi saksi pertemuan pertama kami. Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam dari kotaku, akhirnya aku pun menginjakkan kaki di Jakarta. Mas Yusuf menjemputku,“Duh, seperti apakah wujud nyata calon suamiku?” Jantungku berdebar-debar tak karuan. Hatiku pun masih diliputi kegundahan saat sms kukirim memberitahukan kedatanganku. Setelah antri mengambil bagasi, memastikan tidak ada yang tertinggal dan melewati custom chek, aku langsung menuju pintu keluar. Di luar pintu kedatangan, kulihat sosok laki-laki berkaos putih dan bercelana pendek menghampiriku. Dia segera mengenali kemunculanku dan tampak tersenyum dari kejauhan. Ah, rasa kikuk, malu dan deg-degan yang mendera sedari tadi langsung meleleh. Pelan dan pasti berubah menjadi rasa lega. Alhamdulillah...akhirnya bisa bertemu dengan laki-laki yang beberapa bulan terakhir penasaran ingin aku temui.

Di sepanjang perjalanan, sambil menyetir mobil, kami saling bercerita tentang latar belakang kehidupan, pekerjaan, keinginan, dan harapan ke depan. Sejauh itu komunikasi kami lancar-lancar saja, semuanya nyambung, nyaman dan mengalir. Sehingga kami menemukan kecocokan, lalu berkomitmen untuk melanjutkan pertemuan ini ke tahap yang lebih serius. Hanya dalam hitungan jam, aku bisa langsung jatuh cinta dengan sosok yang baru aku kenal itu, dan aku pun bisa merasakan hal yang sama terjadi pada dirinya. Mas Yusuf punya kesan tersendiri di pikiranku, laki-laki ini sungguh beda dengan kebanyakan laki-laki yang pernah aku kenal. Walau sisi hatiku yang lain mengatakan, mampukah aku mengimbangi “keunikan” pribadinya yang terlihat egois, keras kepala, dan arogan itu? Tapi bagiku, justru karena keunikannya itulah dia bisa meraih apa yang dia impikan selama hidupnya. Kerasnya kehidupan dia di masa lalu, memotivasi dirinya untuk menjadi orang sukses yang dihargai. Mungkin wajar menurutnya jika dia bisa percaya diri dengan apa yang dimilikinya sekarang karena dia bisa memberikan masa depan yang menjanjikan untuk orang yang dicintainya.


HAMPIR SAJA

Kondisi lalu lintas ibukota yang tidak asing lagi tersohor dengan kemacetannya, membuat perjalanan kami terasa lama. Namun, tidak demikian dengan hati kami yang sedang kasmaran saat itu. Perasaan kami mengatakan bahwa, seharusnya kami bisa berlama-lama menikmati perjalanan ini sampai ke rumah.
Rasa rindu yang sekian lama kami pendam, hampir saja menggiringku pada perbuatan nista. Entah apa yang sedang bergejolak di hati Mas Yusuf malam itu, tanpa sepengetahuanku, dia memarkirkan mobilnya di sebuah hotel mewah yang terletak di sudut kota Jakarta. Aku tidak sanggup bertanya. Tampak keletihan di wajahnya sehingga muncul keraguan, antara menolak usulannya untuk tidak beristirahat di hotel, atau mengiyakan tuntutan naluri untuk menghabiskan malam bersamanya, lalu menerima ajakannya untuk beristirahat sejenak? Kondisi ini membuat aku tidak berdaya.

Aku ingat mama....”Kebodohan seorang perempuan manakala dia tidak bisa menjaga kehormatannya.” Itulah sebuah pesan mamaku terutama kepada anak gadisnya saat pertama mendapat haid. Mama begitu wanti-wanti mengingatkan kami anak-anak gadisnya untuk tetap menjaga kehormatan. Aku pun berujar, “Astaghfirullahal’adziim... Ya Allah, aku telah salah menilai dia. Aku tidak bisa menerima cara-cara seperti ini, tapi lidah begitu kelu menyampaikan!” Itulah doa yang aku ucapkan di kalbu sepanjang perjalanan dari tempat parkir hingga masuk ke dalam kamar hotel yang menggugah gairah. Aku yang belum pernah berada di dalam kamar hotel hanya bersama seorang laki-laki dewasa, baru belakangan ini kuketahui, laki-laki yang bersamaku malam itu, ternyata biasa hidup bebas, sudah terbiasa melakukan perbuatan nista dengan kekasih-kekasihnya terdahulu. Hampir saja membuatku terlena dan lupa.

Lalu kekuatan datang padaku, aku pun mampu menolak ajakannya dan dia bisa menerima walau dengan entengnya dia berujar, “Jika kamu terbebani dengan kondisi ini, jangan pernah lagi bermimpi kita akan naik ke pelaminan, karena aku sudah terhina ditolak seperti malam ini!” Semandiri atau semodern apapun, sebagai wanita, aku terhenyak dengan sikapnya. Aku merasa dibuang, diabaikan, dan direndahkan. Rasa sakitlah yang membuat aku terhenyak karena sama sekali tidak menyangka rencana indah yang sedari tadi dirangkai, porak-poranda dalam waktu sekejap. Laki-laki itu sungguh keterlaluan, mengabaikan cinta tulusku hanya karena emosi sesaat yang tidak tersalurkan. Dia seperti cuci tangan dari semua janji-janji dan mimpi-mimpi tentang sebuah pernikahan yang suci yang sudah kami bahas sepanjang perjalanan itu. Aku tidak bisa merasakan apapun, semua seperti mimpi. Bahkan aku pun tidak bisa meneteskan airmata padahal begitu dalamnya kekecewaan yang aku rasakan. Laki-laki yang sudah 4 bulan kukenal dan baru saja kutemui, ternyata laki-laki yang tidak punya hati dan hanya mementingkan dirinya sendiri.

Aku hanya bisa berlindung di balik sebuah kata permakluman....”Untung dia tidak berhasil merenggut milikku yang paling berharga!” Meski agak malu mengakui tapi selalu bersyukur karena Allah jua lah yang akhirnya menyelamatkanku.

TAMPARAN DARI SANG RABB

Yah, manusia boleh berencana, tapi Allah jua yang menentukan. Tiba-tiba aku seperti terbangun dari tidur panjang, lebih tepatnya tersentil keras. Kebodohan terus memayungi langkahku walau tidak sempat terjadi hal buruk pada diriku. Pengalaman-pengalaman buruk masa lalu, masih tergambar jelas di batok kepala. Seperti rekaman sebuah slide show yang diputar perlahan-lahan. Menyegarkan rasa takut dan sakit hati yang menggelegak bersemayam di dalam jiwaku. Aku mengadu sepuasnya pada-Nya. Aku berlinangan air mata saat bersimpuh pasrah di hadapan-Nya. Aku juga memohon ampun atas segala khilafku dan khilafnya. Aku tahu, Allah Maha Pengampun. Masya Allah, aku telah salah jika hanya mengharapkan kebahagian ragawi dan duniawi semata dari seorang manusia. Aku pun menyadari, justru perpisahan dengan laki-laki seperti Mas Yusuf itulah kebahagiaan yang sesungguhnya.

Astaghfirullahal’adziim.... ini yang kesekian kalinya aku alami. Aku gagal lagi menilai seorang laki-laki yang bakal menjadi pasangan hidupku. Aku juga gagal memberikan kado terindah buat mama akan seorang calon mantu yang baik, beriman, sayang kepadaku dan juga keluargaku. Betapa besar harapan mama, agar aku segera menemukan calon pendamping dan secepatnya menikah. Agar mama sempat merasakan kebahagiaan seperti yang aku rasakan. Hidup bahagia bersama suami yang mencintaiku dan kucintai, lalu membina rumah tangga yang diidam-idamkan semua orang, yaitu rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah. Amin!

Allah telah menegurku bahwa laki-laki itu bukanlah calon suami yang dikirimkan Allah untukku. Kuminta dengan sangat terperinci calon suami yang aku harapkan. Dan aku juga meminta agar Allah mengisi hatiku dengan keyakinan yang mantap ketika pria itu datang. Agar aku tahu dan yakin bahwa dialah jodoh yang Allah kirimkan untukku. Mungkin aku tidak pintar memilih, maka biar Allah sajalah yang memilihkan untukku. Bahwa cinta yang datang karena Allah. Bukan nafsu! Dan jodoh yang Allah kirimkan sudah pasti yang terbaik untukku.

Namun aku selalu belajar dari pengalaman. Benar, pengalaman adalah guru terbaik. Bahwa segala sesuatu di dalam hidup terjadi karena alasan tertentu, bukan karena kebetulan atau akibat nasib baik atau nasib buruk. Dan hidup di dunia akan selalu ditempa oleh kesulitan, kekayaan, kehilangan sesuatu yang berarti, kebodohan, penderitaan, kekayaan, dan keterpurukan, silih berganti. Dan manusia diuji dengan semua itu. Fainna ma’al ‘usri yusraa....Setelah kesulitan akan ada kemudahan.

Tamparan Allah yang disampaikan dengan cara yang santun itu membuatku tersadar. Aku tercenung.... teringat akan sebuah kalimat bijak yang mengatakan, ”Hati-hati, jangan mencintai manusia secara berlebihan. Cinta yang utama hanya kepada Allah SWT. Cinta kepada manusia tidak boleh melebihi cinta kepada Allah SWT.” Sabar dan tawakal kepada-Nya sajalah penghiburku. Bukankah jika Allah menghendaki seseorang baik, maka Allah akan memberinya ujian?

Saturday, February 12, 2011

MENGUNDANG CINTA

Suatu hari, seorang ibu yang hidup di suatu mas melihat tiga kakek berjenggot putih duduk di pekarangan rumahnya. Karena merasa tidak mengenal ketiga kakek itu, ibu tersebut lalu berkata,

"Rasanya saya tidak mengenal kalian. Tapi, kalian pasti lapar. Mari masuk dan makan apa adanya."
"Apakah ada pria di dalam rumah?" tanya mereka.
"Tidak. Mereka belum pulang dari bekerja," jawabnya.
"Kalau begitu, kami tidak bisa masuk," sahut mereka.


Di malam hari, ketika suami dan anak laki-lakinya pulang, ibu itu lalu bercerita tentang apa yang terjadi."Sana, bilang sama mereka saya sudah pulang. Undang mereka untuk makan bersama," kata suaminya.

Ibu itu lalu keluar dan mengundang ketiga kakek itu ke dalam rumahnya.
"Kami tak bisa masuk ke rumah ibu bersama-sama," kata mereka serentak.
"Mengapa?" tanya ibu itu.

Salah satu dari kakek itu menjelaskan.
"Namanya adalah Kekayaan," katanya sambil menunjuk salah satu dari temannya. Sesudah itu, lalu menunjuk ke temannya yang lain, "Dia adalah Sukses, dan saya adalah Cinta. Sekarang diskusikan dengan suami ibu, siapa diantara kami yang akan diundang makan bersama," tambahnya.

Ibu itu lalu masuk ke dalam dan menceritakan hal ini kepada suaminya. Sesudah mendengar itu. suaminya sangat senang dan berkata,
"Bagus sekali!" katanya.
"Kalau begitu, mari kita undang Kekayaan. Ajak dia masuk dan biarkan dia mengisi rumah kita dengan kekayaan."
Ibu tidak setuju.
"Sayangku, mengapa kita tidak mengundang Sukses saja?"


Menantu perempuan yang ikut mendengarkan pembicaraan ayah dan ibu mertuanya mengajukan usul lain.

"Apakah tidak lebih baik jika kita mengundang Cinta saja? Rumah kita akan dipenuhi dengan cinta!" katanya.
"Benar juga menantu kita. Kalau begitu, kita undang Cinta sebagai tamu kita," kata si suami.


Ibu itu lalu keluar dan bertanya kepada ketiga kakek itu, "Yang mana yang namanya Cinta? Mari masuk dan menjadi tamu kami."

Cinta lalu berdiri dan mulai berjalan mengikuti ibu itu ke rumahnya. Kedua temannya juga berdiri dan berjalan mengikutinya. Melihat itu, si ibu kaget dan berkata, "Saya hanya mengundang Cinta. Mengapa kalian berdua ikut? Katanya hanya salah satu yang boleh masuk?"

Ketiga kakek itu menjawab serentak,
"Jika ibu mengundang Kekayaan, Sukses dan Cinta tak bisa masuk. Jika ibu mengundang Sukses, Kekayaan dan Cinta tak bisa masuk. Tapi karena ibu mengundang Cinta, kemanapun dia pergi, kami selalu bersamanya. Dimana ada Cinta, di sana juga ada Kekayaan dan Sukses."

RAHASIA MILIUNER

Alkisah, suatu hari, seorang pria yang menganggur melamar jadi office boy di kantor Microsoft. Sesudah diwawancarai manajer HRD, pria itu di...