Blog ini terinspirasi dari ketulusan untuk terbiasa mencurahkan isi hati tanpa menutup-nutupi kelemahan atau masalah. Itulah sesungguhnya kekuatan besar yang akan menjadikan kita tegar. Pandai saja tak pernah cukup untuk membuat kita tegak menghadapi masalah.

Tuesday, April 6, 2010

DEL AIDELAN

Bu Mina berhasil mencuri hati banyak orang di kompleks kami. Tubuhnya yang tegap memantapkan statusnya sebagai tukang pijat ideal dan dirindukan. Ia tak gentar bersaing dengan para tukang pijat refeksi yang tumbuh menjamur di lingkungan kami. Kemujaraban jemarinya menjadikan wanita asal Madura ini tukang pijat segala usia.

Mungkin karena terkena sugestimya, aku sering memercayai diagnosis primitifnya. Khusus untuk gejala oenyakit yang berhubungan dengan angin, dialah ahlinya. Dengan keping gobang kuno yang selalu terselip di stagennya, ia mampu mentransfer angin jail keluar dari tubuh para kliennya, termasuk aku. Dengan rapi, ia pindahkan garis zebra merah ke seluruh permukaan punggungku. Ia senang mendengarkan suara angin itu keluar dari semua arah.

Saat ritual itu rampung, ia racik health drink untukku, secangkir wedang jahe panas campur kayu manis dengan aroma yang khas. Treatment itu ia akhiri dengan baluran minyak kayu putih ke sekujur tubuhku. Usai jemarinya menjelajahi daerah-daerah kritis, aku selalu merasa reborn.

Dari waktu ke waktu, pergaulan kami makin akrab. Kami mengenal kegemaran masing-masing. Aku selalu menyuguhinya segelas kopi three-in-one dari 2 sachet, plus gula 2 sendok teh. Sepotong kue lapis Surabaya, juga selalu kubelikan untuknya tiap kali jadwal pijatku tiba.
Dia juga paham, aku senang menikmati kisah masa lalunya. Dengan logat Maduranya yang kental, ia meninabobokanku dengan bad time story yang tak pernah habis.

Aku kagum pada ketegarannya. Pada usia sekitar 70 tahun, ia masih menjadi “ATM” bagi sebagian anak-anaknya, plus 18 orang cucunya. Ia sangat concern pada nasib keluarga besarnya. Dari ocehannya, aku tahu ia begitu menyayangi Madro’I, cucu dari anaknya nomor empat.

Untuk meringankan bebannya, sesekali Madri’o ikut bantu-bantu merawat kebun atau taman rumahku. Seringkali kudengar suara merdunya melantunkan tembang-tembang masa kini yang sedang in, seperti lagu-lagu milik Anang, Zigas, Dewa, Pasto, Slank, dan banyak lagi. Apakah ia menyimpan cita-cita jadi penyanyi? Rasa penasaran itu tak terjawab, sampai ia pamit pulang ke Madura.

Sampai beberapa bulan lalu, saat Bu Mina datang. Seraya bersimpuh di kakiku, Bu Mina menyodorkan sebuah kotak beludru warna biru, yang isinya membuatku terkesima. Bintang jasa terbuat dari emas, yang konon dulu diserahkan langsung oleh Presiden Soekarno kepada suaminya semasa hidup, sebagai bagian dari anggota veteran di kawasan Blitar.


Tersedu-sedu ia menyampaikan isi hatinya. Dengan logat Maduranya yang kental, ia bilang bahwa dirinya sedang stres. “Seluruh Madura sekarang sedang kesengsem del aidelan. Jadi Madro’I juga pingin ikut del aidelan. Marpuah, ibunya, bingung tak punya ongkos untuk kirim Madro’I ikut del aidelan. Hasil panen jagungnya juga tak cukup buat ongkos anaknya itu kesini,” katanya, sambil menyusut airmata. “Saya mau pinjam uang sama sampeyan, Rp300.000 saja, buat ongkos Madro’I ikut del aidelan. Jaminannya, bintang emas ini,” sambungnya.

Aku masih belum menangkap, apa maksud istilah del aidelan yang terdengar menggelikan itu. Aku langsung menyodorkan uang yang ia perlukan, dan mengembalikan jaminan hutang itu ke tangannya. “Sudahlah, tak usah pakai jaminan. Pokoknya, Madro’I ikut del aidelan,” ucapku kemudian.

Baru minggu lalu aku tahu maksud dari del aidelan itu. Dengan bangga Bu Mina bercerita bahwa Madro’I tampil audisi dalam acara popular Indonesian Idol. Walaupun ia kecewa, cucu kesayangannya itu gagal masuk final, ia bangga karena Madro’I sudah ditonton semua kerabat di Madura lewat layar televisi.

Sambil menikmati kemujaraban jari jemarinya, kusampaikan simpati kepadanya. “Mudah-mudahan ia berhasil pada kesempatan lain, bukan Cuma del aidelan,” kataku. Tapi, kalimat yang kemudian meluncur dari bibirnya, sungguh mengejutkanku. Ia mengajukan usul yang tak pernah mampu kutolak. “Bu, “katanya, “bagaimana kalau utang saya dituker dengan angsuran pijet sepuluh kali, ta’iyeeeh…!”

Ahhh, mana mungkin aku beroposisi pada ‘sahabatku’ yang satu ini. (YAL)

No comments:

Post a Comment

RAHASIA MILIUNER

Alkisah, suatu hari, seorang pria yang menganggur melamar jadi office boy di kantor Microsoft. Sesudah diwawancarai manajer HRD, pria itu di...